*Ahmad Sahroni Minta Hakim PN Surabaya yang Memvonis Bebas Ronald Tannur Diperiksa

anak dpr

KODEMIMPI - Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni meminta Komisi Yudisial untuk memeriksa para hakim yang mengadili perkara pembunuhan oleh Gregorius Ronald Tannur, anak anggota DPR RI.

Hal ini disampaikan Sahroni setelah majelis hakim memvonis bebas Gregorius Ronald Tannur dalam persidangan yang berlangsung di Pengadilan Negeri Surabaya pada Rabu (24/7/2024).

Sahroni menduga, terdapat kesalahan atau kecacatan proses dalam persidangan itu.

Selain itu, Sahroni meminta agar Kejaksaan Agung mengajukan banding terkait putusan tersebut.

“Maka dari itu, saya minta Komisi Yudisial periksa semua hakim yang menangani perkara tersebut. Karena para hakim dengan jelas menampilkan sebuah kecacatan hukum kepada masyarakat. Dan Kejagung juga harus langsung ajukan banding terkait vonis bebas tersebut, jangan sampai tidak. Kalau dibiarkan begini, seluruh masyarakat Indonesia pasti kecewa dengan proses hukum kita,” kata Sahroni dalam keterangan tertulis, Rabu malam.

Menurut Sahroni, vonis hakim dalam memutus perkara pidana sangat mempengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap penegakkan hukum.

“Kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum sedang dipertaruhkan. Jangan hukum jadi tebang pilih begini, mentang-mentang anak siapa jadi berbeda perlakuannya. Sangat memuakkan dan memalukan,” tutup Sahroni.

Sahroni menilai, fakta hukum kasus pembunuhan sudah jelas. Sehingga, meragukan vonis bebas yang dijatuhkan oleh hakim.

"Kasus ini kan bukti-buktinya sudah jelas, rekamannya ada, korban sampai meninggal, masa iya pelakunya bebas?" ujar Sahroni.

Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya memvonis bebas Gregorius Ronald Tannur, anak anggota DPR RI terdakwa pembunuhan wanita asal Sukabumi, Jawa Barat, Dini Sera Afriyanti.

Vonis tersebut dibacakan Ketua Majelis Hakim Erintuah Damanik di Pengadilan Negeri Surabaya, Rabu (24/7/2024).

"Terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan sebagaimana dalam dakwaan pertama Pasal 338 KUHP atau kedua Pasal 351 ayat (3) KUHP atau ketiga Pasal 359 KUHP dan 351 ayat (1) KUHP," katanya saat membacakan putusan.

Karena itu, hakim meminta jaksa membebaskan terdakwa dari segala dakwaan.

"Membebaskan terdakwa dari segala dakwaan jaksa penuntut umum di atas," tegasnya.

Selanjutnya, hakim meminta agar jaksa penuntut umum segera membebaskan terdakwa dari tahanan setelah putusan dibacakan.

"Memerintahkan untuk membebaskan terdakwa segera setelah putusan ini dibacakan, serta memulihkan hak-hak terdakwa dalam kemampuan dan hak-hak serta martabatnya," ucap hakim.

Jaksa penuntut umum masih pikir-pikir menerima putusan itu.

  • Tuntutan jaksa

Sebelum divonis bebas, Gregorius Ronald Tannur dituntut 12 tahun penjara oleh Jaksa Penutut Umum (JPU) dari Kejari Surabaya. Ronald dianggap terbukti melanggar Pasal 388 KUHP tentang Pembunuhan.

Selain hukuman badan, Ronnald Tanur juga diwajibkan membayar restitusi kepada ahli waris Dini sebesar Rp 263 juta subsider kurungan 6 bulan penjara.

Ronald Tannur dalam dakwaan JPU disebut melakukan tindak pidana kekerasan terhadap korban yang merupakan kekasihnya, Dini Sera Afriyanti (29), hingga meninggal dunia.

Dalam dakwaan dijelaskan, awal kekerasan terjadi saat keduanya menghadiri undangan pesta minuman keras di tempat karaoke Black Hole, Surabaya.

Di tempat tersebut, keduanya sempat cekcok saat berada di dalam lift. Di tempat itu pula, awal kekerasan terjadi. Dalam dakwaan disebutkan bahwa Dini menampar terdakwa Tannur.

Hal yang sama juga dilakukan oleh Tannur terhadap korban Dini. Tannur disebut memukul korban dengan menggunakan botol minuman keras.

Atas kejadian itu, terdakwa sempat melakukan pengecekan CCTV untuk mengetahui siapa yang memukul lebih dulu. Namun, upaya itu tidak membuahkan hasil karena manajemen mal sudah tutup.

Usai berupaya mengecek CCTV, terdakwa kembali menuju basement parkiran mobil. Di tempat itu, terdakwa melihat korban duduk di pinggir mobil sebelah kiri pintu penumpang depan.

Pada saat yang sama, terdakwa lalu bertanya pada korban apakah ia akan ikut pulang. Namun, karena tak juga dijawab, terdakwa lalu memacu mobilnya dengan membelokkan ke sebelah kanan.

Akibatnya, tubuh korban yang sempat jatuh mengikuti arah gerakan mobil pun, terlindas oleh mobil terdakwa. Merasakan sesuatu pada mobilnya, terdakwa sempat berhenti dan turun dari mobil.

Namun, karena di belakang mobilnya ada mobil lain yang hendak lewat, ia pun meminggirkan mobilnya kembali. Pada saat yang sama, korban sudah dalam posisi tergeletak tidak berdaya.

Beberapa sekuriti yang mengetahui hal tersebut lalu meminta terdakwa untuk membawa korban pergi. Meski awalnya terdakwa mengaku tidak kenal dengan korban, ia lantas menaikkan korban ke atas mobil dan meletakkannya di baris belakang mobilnya.

Korban lalu dibawa ke apartemennya. Di tempat ini lah, korban diketahui meninggal dunia.